Internasional – Sejumlah media luar negeri menyoroti pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI. Media Singapura, Channel News Asia (CNA), melaporkan bahwa revisi tersebut akan membuka lebih banyak kesempatan bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil. CNA juga menyebutkan bahwa RUU ini mendapat kritik dari kelompok masyarakat sipil, yang menilai bahwa kebijakan tersebut dapat membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, di mana militer memiliki dominasi dalam urusan sipil.
Media Singapura lainnya, The Straits Times, juga menyoroti pengesahan RUU ini dengan menyoroti sejumlah pasal kontroversial. Media tersebut melaporkan bahwa revisi UU TNI memungkinkan prajurit aktif menempati jabatan sipil tanpa perlu pensiun, berbeda dengan aturan sebelumnya yang membatasi mereka pada 10 lembaga pemerintah terkait keamanan dan pertahanan. Dengan amandemen tersebut, jumlah instansi yang dapat ditempati meningkat menjadi 14, termasuk Kejaksaan Agung, BNPB, dan BNPT.
The Straits Times juga menyoroti perpanjangan usia pensiun prajurit sesuai dengan pangkatnya serta kekhawatiran masyarakat mengenai kemungkinan kembalinya dwifungsi militer seperti pada era Presiden Soeharto. Selain itu, media ini menyinggung adanya pengangkatan prajurit aktif di jabatan sipil yang dianggap melanggar UU TNI, seperti penunjukan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet.
Media Malaysia, The Star, melaporkan bahwa revisi UU TNI ini mendapat kritik dari kelompok HAM yang khawatir akan potensi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, serta impunitas bagi prajurit yang melakukan pelanggaran. The Star juga mengabarkan adanya aksi protes mahasiswa di sekitar gedung parlemen sebagai bentuk penolakan terhadap RUU ini. Sejumlah mahasiswa disebut telah berkemah di gerbang belakang gedung parlemen sejak Rabu malam untuk menuntut pemerintah menarik personel militer dari jabatan sipil.
Selain itu, kantor berita Reuters juga melaporkan hal serupa. Media asal Inggris ini menyoroti kritik dari kelompok masyarakat sipil yang menilai bahwa revisi UU TNI berpotensi mengembalikan Indonesia ke sistem pemerintahan otoriter seperti di era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. (hmr)