Nasional – Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg disebut-sebut telah mencuri perhatian publik sebagai bagian dari hiburan di ruang terbuka, seperti pada pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung rakyat. Kegiatan ini dikenal memiliki ciri khas tersendiri, yaitu penggunaan speaker atau sound system berkekuatan besar yang memutar lagu-lagu populer dengan aransemen unik, dan kadang disertai pertunjukan visual yang atraktif.
Namun, suara keras dan dentuman dari speaker yang digunakan dalam sound horeg kerap kali menimbulkan keresahan. Selain dinilai mengganggu ketenangan, suara tersebut juga dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan di sekitarnya. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat terkait keberadaan atraksi tersebut.
Terkait hal ini, dalam sebuah wawancara yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Rabu (30/4), Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko, mengimbau agar masyarakat lebih dulu menelaah fenomena sound horeg yang tengah ramai diperbincangkan. Ia menyampaikan bahwa penting untuk membedakan antara bentuk kreativitas yang layak dilindungi sebagai kekayaan intelektual (KI) dan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan bagi masyarakat.
Agung menjelaskan bahwa karya hasil kreativitas seseorang tetap harus dihargai dan dilindungi KI-nya. Ia juga menuturkan bahwa dalam fenomena sound horeg terdapat beberapa objek KI yang masing-masing dapat diberikan perlindungan sesuai dengan jenisnya. Teknologi yang menghasilkan suara dengan desibel tinggi, menurutnya, bisa dilindungi melalui paten. Sementara itu, bentuk kreasi sound horeg yang bervariasi dapat dilindungi sebagai desain industri jika mengandung unsur kebaruan.
Lebih lanjut, Agung menyatakan bahwa musik remix yang diputar dalam atraksi tersebut dapat dilindungi hak ciptanya, asalkan tidak mengabaikan hak moral dan hak ekonomi dari pencipta asli lagu-lagu yang digunakan. Ia menambahkan bahwa para musisi pembuat remix sebaiknya membayar royalti dan/atau meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik lagu.
Menanggapi penolakan masyarakat yang mulai mencuat, Agung mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama-sama merumuskan aturan yang dapat mengatur penggunaan sound horeg agar sesuai tempat dan kesempatan. Dengan demikian, diharapkan dampak buruk terhadap masyarakat dapat diminimalisasi tanpa menghilangkan perlindungan terhadap kreativitas yang dihasilkan. (hmr)