Trenggalek – Badan Perencanaan, Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) mengklaim bahwa ada ratusan rumah warga mampu di Kabupaten Trenggalek yang sempat masuk data kemiskinan ekstrim.
Kepala Bappeda Litbang Trenggalek dr Ratna Sulistyowati mengatakan, pasca verifikasi data kemiskinan ekstrim di Kabupaten Trenggalek, ditemukan ada 423 rumah orang mampu.
Ratna mengatakan, pihaknya verifikasi data dari rumah ke rumah, menempel stiker (tanda warga miskin, Red). Ternyata dari 4 ribu rumah, itu ada 423 rumah itu orang mampu, dan ada 2 rumah yang benar-benar tidak mau ditempeli.
Ratna mengaku untuk menentukan bahwa warga itu benar-benar miskin atau tidak bukan hanya dilihat dari rumah, tapi ada indikator lain seperti aset. Misalnya punya aset mobil, sepeda motor, rumah dua lantai, dan sebagainya.
Ia menilai, temuan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat ternyata tidak menjunjung tinggi budaya malu. Biarpun mereka sebetulnya orang mampu, tapi mereka tidak malu mendapatkan bantuan sebagai warga miskin. Namun, Ratna enggan membeberkan data ratusan rumah tersebut tersebar di desa mana saja.
Di sisi lain, verifikasi data itu menghasilkan penyusutan data kemiskinan esktrem karena masyarakat yang terindikasi orang mampu secara otomatis dikeluarkan dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Sejauh ini, tingkat kemiskinan ekstrim di Kabupaten Trenggalek menyisakan 1,52 persen atau 10.633 jiwa, dan mayoritas adalah usia-usia yang tidak produktif (lansia) di atas 60 tahun.
Sementara Presiden RI Joko Widodo menargetkan pada Tahun Anggaran (TA) 2024 seluruh pemerintah daerah dapat menekan kemiskinan ekstrim hingga nol persen.
Masih kata Ratna, strategi penurunan kemiskinan ekstrim itu ada tiga. Pertama, mengurangi beban pengeluaran, bisa dengan bantuan sembako, tunai, PKH, BPJS, bedah rumah dan sebagainnya.
Kedua, meningkatkan pendapatan keluarga, melalui pelatihan-pelatihan.
Pelatihan itu harus bersertifikasi, makanya diharuskan ada di Dinas Perinaker, dilatih, dievaluasi, dicarikan tempat kerja ada dimana.
Ketiga, mengurangi kantong kemiskinan dengan membuka akses. Misal Desa Ngulungkulon, Munjungan, disana ada potensi, apakah itu durian, cengkeh, tapi akses jalan untuk membawa hasil potensi daerahnya itu tidak ada.
Maka itu akan mubazir. Mereka punya tapi tidak bisa dijual, kalau pun dia menunggu lama dan mungkin barang itu sudah terlanjur rusak dan sebagainya. (Nh/radartulungagung)