Solo – Selain sebagian wilayah di eks Karesidenan Surakarta krisis air bersih, kemarau panjang juga mempengaruhi tingkat pencemaran udara dan sungai.
Pengamat lingkungan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Prabang Setyono menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan curah hujan dan kecepatan angin rendah.
Tapi, cuaca dan iklim bukan satu-satunya penyebab pencemaran udara. Faktor aktivitas transportasi, industri, hingga sampah ikut berkontribusi.
Prof Prabang Setyono mengatakan pada musim kemarau, debit daerah aliran sungai (DAS) menurun. Kondisi ini menjadikan limbah industri yang dibuang ke perairan sulit terurai.
Prof Prabang Setyono mengatakan limbah rumah tangga dan pabrik terkonsentrasi. Sungai semakin tercemar. kemarau diprediksi hingga November. Namun bisa meleset, karena diprediksi dari beberapa variabel saja, Minggu (10/9).
Guru Besar Ilmu Lingkungan UNS ini menyebut, Indonesia memang harus bersiap menghadapi dampak El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya.
Fenomena El Nino di musim kemarau dapat memicu kekeringan, hingga meningkatkan jumlah titik api berpotensi kerawanan kebakaran hutan dan lahan.
Prof Prabang Setyono manambahkan Hal tersebut membuat para petani merugi, istilahnya salah mongso. Dimana seharusnya tanaman ditanam bertepatan dengan musim penghujan. Namun, justru malah kemarau dan kekeringan.(Rq/radarsolo)