Internasional – Pemerintah Arab Saudi mengumumkan rencana pembangunan kereta cepat sepanjang 1.500 km yang akan membentang dari Jeddah menuju Dammam melalui Riyadh. Proyek ini diharapkan dapat mempersingkat waktu tempuh antara Riyadh dan Jeddah dari sekitar 12 jam menggunakan mobil menjadi kurang dari 4 jam.
Melansir dari media pemerintah Arab Saudi, Daleel, Jumat (24/10/2025), kereta berkecepatan 200 km/jam ini akan menghubungkan kawasan Laut Merah dengan Teluk Arab. Nilai proyek diperkirakan mencapai US$7 miliar atau setara Rp116,2 triliun.
Sebagai bagian dari pengembangan, Saudi Railway Company akan membangun stasiun barang dan penumpang baru serta menghubungkan Pelabuhan King Abdullah dengan pusat industri seperti Yanbu. Sebanyak 15 unit kereta baru dengan kecepatan maksimal 200 km/jam telah dipesan.
Proyek ini merupakan bagian dari Visi Saudi 2030 yang bertujuan memperluas jaringan rel kereta api dari 5.300 km menjadi lebih dari 8.000 km. Langkah ini diharapkan dapat menempatkan Arab Saudi sebagai pusat logistik regional Teluk dan dunia Arab. Meski demikian, harga tiket untuk rute baru ini belum diumumkan.
Perbandingan dengan Kereta Cepat Whoosh Indonesia
Sebagai perbandingan, Arab Saudi telah memiliki kereta cepat Haramain yang melayani rute Makkah–Madinah sejauh 400 km. Tarifnya berkisar antara SAR 40 (Rp182.600) untuk rute Mekkah–Jeddah hingga SAR 315 untuk kelas bisnis.
Sementara itu, Indonesia memiliki Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh, yang merupakan kereta cepat pertama di Asia Tenggara. Whoosh dibangun dengan anggaran US$7,26 miliar (Rp119,79 triliun) untuk jalur sepanjang 142,3 km — hanya sekitar 9,5% dari panjang jalur kereta cepat yang direncanakan Arab Saudi.
Sejak beroperasi pada 17 Oktober 2023, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rekor harian tertinggi 26.770 penumpang pada Juni 2025. Tarifnya berkisar antara Rp350.000–Rp600.000 per perjalanan.
Pendanaan Whoosh bersumber dari skema business to business (B2B) dengan 75% pinjaman dari China Development Bank (CDB) dan 25% dari ekuitas pemegang saham. PT KAI memimpin konsorsium BUMN Indonesia dalam proyek ini dengan komposisi kepemilikan 60%, sedangkan pihak China memegang 40%. (hmr)




