Nasional – Cinta yang terjalin selama lima tahun antara Alvi Maulana (24) dan Tiara Angelina Saraswati (25) dilaporkan berakhir dengan tragedi memilukan. Tiara dinyatakan meregang nyawa di tangan pacarnya sendiri.
Tidak hanya dibunuh, tubuh Tiara disebut diperlakukan secara tidak manusiawi dengan dimutilasi menjadi ratusan potongan. Kasus ini dikabarkan tidak hanya mengguncang publik, tetapi juga menghadirkan analisis berbeda dari polisi yang menanganinya.
Dilansir dari detikjatim, Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Fauzy Pratama menyatakan bahwa kasus mutilasi Alvi memiliki keunikan tersendiri. Menurutnya, Alvi mengalami kondisi anomi sehingga tega melakukan dehumanisasi terhadap korban.
Fauzy menjelaskan bahwa pada intinya, terdapat perbedaan mendasar pada kasus mutilasi ini dengan kasus lainnya. Ia menambahkan bahwa pada kebanyakan kasus mutilasi, pelaku biasanya didorong oleh rasa marah atau benci yang berlebihan kepada korban. Namun pada kasus ini, motif yang melatarbelakangi tindakan Alvi dinyatakan berbeda.
Dalam menganalisis kasus ini, Fauzy mengatakan bahwa ia menggunakan teori anomi Emile Durkheim yang dipelajarinya di University of Glasgow, Skotlandia. Ia menerangkan bahwa anomi adalah keadaan tanpa norma, di mana aturan moral dan sosial yang biasanya mengikat individu menjadi lemah.
Menurut Fauzy, setelah membunuh Tiara, Alvi mengalami tekanan psikologis sangat tinggi, syok, dan stres berat. Akibatnya, tersangka diduga melakukan dehumanisasi, sesuai konsep dehumanization dari Philip Zimbardo dan Herbert Kelman.
Ia menjelaskan bahwa secara sadar atau tidak sadar, pelaku (Alvi) menekan atau bahkan menghilangkan rasa kemanusiaan, nilai moral, dan nilai agama yang ada pada dirinya. Hal itu menyebabkan pelaku tega memperlakukan korban dengan cara yang tidak manusiawi demi tujuan menghilangkan barang bukti. (hmr)




